Beberapa Gunung di Indonesia yang Masih Jarang di Daki Para Pendaki Karena Namanya Tidak Terlalu Terkenal

Jakarta - Sebagai salah satu negara dengan gunung terbanyak di dunia, Indonesia dianugerahi gunung-gunung eksotis yang bisa didaki wisatawan. Mengutip data Word Atlas, Indonesia berada di peringkat ketiga sebagai negara dengan gunung api terbanyak di dunia.

Tak heran jika ada banyak sekali gunung yang masih perawan, alias masih jarang didaki oleh para pendaki. Hal ini terungkap dalam ekspedisi yang dilakukan oleh Eiger Experience beberapa waktu lalu.

Menurut keterangan resmi yang diterima Ski-jungle, dalam Ekspedisi 28 Gunung yang dilakukan 2017 lalu, tim ekspedisi telah menjajaki berbagai kawasan gunung yang terbentang dari ujung Sumatera hingga Papua. Dari 28 gunung yang didaki, setidaknya ada lima gunung yang menarik untuk dijelajahi dan belum pernah dijamah oleh para pendaki.

Penasaran di mana saja? Yuk, simak ulasannya.

Gunung Halau Halau, Kalimantan Selatan


Terletak di wilayah Kalimantan Selatan di jajaran Pegunungan Meratus, Gunung Halau tercatat di peta sebagai Gunung Besar.

Gunung ini berada di perbatasan tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dan Kabupaten Tanah Bumbu.

Gunung Halau hanya memiliki ketinggian 1.901 meter di atas permukaan laut (mdpl), terbilang rendah dibandingkan rata-rata gunung lainnya. Namun, uniknya titik ketinggian awal pendakiannya (desa terakhir) dimulai dari 200 mdpl yang merupakan khas pegunungan Kalimantan, tidak seperti di pegunungan lain di mana titik awal pendakiannya rata-rata sudah berada di atas 1.000 hingga 2.000 mdpl.

Dalam perjalanan, sebelum ekspeditor memasuki Desa Kiyu, yang merupakan titik terakhir sebelum memulai pendakian ke Gunung Halau Halau, ekspeditor menemui tulisan "Selamat Datang di Wilayah Hak Kelola Hutan Adat Desa Kiyu Putusan MK/35/PUU-X/ 2012, INI HUTAN ADAT KAMI, BUKAN HUTAN NEGARA" yang menjadi penanda bahwa hutan ini dirawat oleh masyarakat sekitar.

Masyarakat Dayak Kiyu percaya bahwa hutan dan tanah adat mampu menghidupi keluarga mereka. Praktik berladang word play here hanya boleh dilakukan di kawasan kelola saja dan tidak diperbolehkan menebang kayu di wilayah yang keramat, sebab diyakini jika hutan musnah adat pun akan hilang.

Menuju puncak Gunung Halau Halau, ekspeditor disuguhkan jalur yang menguras energi dengan medan tanjakan curam dan keadaan hutan semakin lembab. Yang sangat disayangkan, selama ekspeditor melakukan perjalanan menuju puncak, banyak ditemukan sampah berserakan diberbagai titik.

Gunung Rore Kautimbu, Palu, Sulawesi Tengah


Selanjutnya, Gunung Rore Kautimbu merupakan salah satu gunung yang masih awam di telinga masyarakat Indonesia. Gunung yang terletak di Kota Palu ini biasanya sering dikunjungi oleh pendaki lokal saja.

Memiliki ketinggian kurang lebih 2.400 mdpl, gunung ini sebenarnya memberikan pengalaman yang benar-benar baru bagi para pendaki. Hanya saja, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum mendaki Gunung Rore Kautimbu.

Seperti halnya para pendaki yang wajib untuk melapor ke pos operasi Tinombala yang terletak di Desa Wuasa, tepatnya di Polsek Lore Utara dan juga di Pos Palang Brimob Sedoa.

Hal ini wajib dilakukan karena kondisi geografis gunung yang berada di daerah operasi Tinombala yang erat kaitannya dengan aksi terorisme, sehingga mengharuskan setiap pendaki untuk melapor ke pos kepolisian terdekat.

Selain demi keamanan, hal tersebut juga agar pendaki dapat mengetahui informasi terbaru seputaran aktivitas gunung dan terhindar dari aksi terorisme di area tersebut.

Ketika melakukan pendakian, ekspeditor berada di tengah-tengah vegetasi yang sangat rapat, namun jalur pendakian yang sangat jelas dan terbuka, karena location ini merupakan tempat warga untuk mengambil hasil hutan berupa rotan dan damar.

Gunung Rore Kautimbu memiliki curah hujan yang cukup tinggi dan cepat berubah, sehingga perlu membawa jas hujan jika ingin melakukan perjalanan ke gunung ini. Dalam perjalanan, sekitar 1 jam dari Pos Helipad, ekspeditor menemukan lokasi habitat tarsius, yang merupakan primata endemik yang hidup di sekitar kawasan Sulawesi dan sangat dilindungi.

Puncak Gunung Rore Kautimbu memiliki trianggulasi yang dibuat dari kayu dan ditopang oleh susunan batu yang di beri semen, dengan tulisan "Gunung Rore Kautimbu ketinggian 2.400 mdpl". Namun, disayangkan informasi mengenai Gunung Rore Kautimbu masih sangat minim, sehingga menciptakan banyak persepsi berkaitan dengan letak dan ketinggian gunung.

Ekspedisi 28 Gunung yang dilakukan ke Gunung Rore Kautimbu menghasilkan kesimpulan, bahwa Gunung Rore Kautimbu yang selama ini didaki dan diketahui sebagai gunung yang berada dalam kawasan Taman Nasional Lore Lindu merupakan puncakkan awal Gunung Torenali dengan ketinggian 2.519 Mdpl.

Sedangkan lokasi Gunung Rore Kautimbu yang sesungguhnya berada jauh di sebelah utara dari posisi Gunung Torenali dan tidak lagi berada dalam kawasan Taman Nasional Lore Lindu.

Gunung Masurai, Jambi


Bergeser ke Provinsi Jambi, tepatnya di Balai Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Gunung Masurai adalah salah satu gunung yang masih jarang didaki di Indonesia.

Bagi masyarakat yang tinggal di sekitar kaki Gunung Masurai, nama Masurai memiliki arti 'em as yang terurai'. Gunung yang memiliki ketinggian 2.933 mdpl ini merupakan gunung vulkanik yang sampai saat ini masih menunjukkan aktivitas vulkaniknya.

Perjalanan dimulai dari Desa Sungai Lalang, yang berada di tengah-tengah antara Gunung Masurai dengan Gunung Nilo di ketinggian 1.416 mdpl. Perjalanan menyusuri desa memiliki kontur yang cenderung landai, kemudian memasuki jalan setapak yang sebagian sudah dibeton dan sebagian lagi masih berupa jalan tanah sampai dengan batas antara kebun dengan hutan kaki Gunung Masurai.

Vegetasi sepanjang perjalanan dari camp 1 sampai puncak utama Gunung Masurai didominasi oleh tanaman khas ketinggian, yaitu pohon Cantigi dan hampir semua pohon-pohon di jalur ini diselimuti oleh lumut yang sangat hijau dengan tingkat kelembaban tinggi, hingga tanah yang ekspeditor pijak word play here hampir menyerupai lumpur.

Bahkan, di beberapa titik terdapat lubang-lubang di tanah berada di antara akar-akar pepohonan yang berisi air endapan tawar dan dapat dikonsumsi.

Gunung Tambusisi, Morowali Utara


Selain Gunung Rore Kautimbu, Sulawesi Tengah juga memiliki gunung yang masih perawan, yaitu Gunung Tambusisi. Memiliki ketinggian 2.422 mdpl, gunung ini secara administratif terletak di Desa Tambayoli, Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah.

Seperti karakteristik gunung di Sulawesi yang mempunyai ketinggian lebih dari 2.000 mdpl, Gunung Tambusisi yang memiliki ketinggian 2.422 mdpl memiliki hutan heterogen yang lebih luas daripada hutan homogennya.

Jalur pendakian dimulai dari Desa Tambayoli, Kecamatan Soyojaya, Kabupaten Morowali Utara, yang terletak di sebelah selatan Gunung Tambusisi menggunakan perahu kayu, membelah Teluk Tomori.

Di beberapa titik, ekspeditor disuguhi dengan pemandangan rumah khas masyarakat adat Suku Taa yang tersusun rapi, dan melewati jalur dengan vegetasi yang bervariasi, dari savana, cemara gunung, belukar bambu, semak, pakis hutan, hingga balutan lumut.

Menuju Pos 6 sebelum puncak, setiap orang harus menjaga jarak karena banyak jalur bebatuan lepas yang harus dilewati. Bahkan, ada satu jalur di mana ekspeditor harus clambering di medan dengan kemiringan 50-60 derajat dan minim tempat berpegangan, sehingga mengharuskan menggunakan bantuan tali.

Tantangan terberat untuk tim saat itu adalah salah satu anggota yang terus-terusan diganggu oleh makhluk halus sepanjang perjalanan. Namun, semangat untuk mencapai puncak dan mengikrarkan teks Sumpah Pemuda menjadi penyemangat perjalanan saat itu.

Tibalah mereka di puncak Gunung Tambusisi pada jam 11.30 WITA, dengan cuaca yang tiba-tiba berubah gelap dan mendung. Meskipun begitu, pembacaan teks Sumpah Pemuda tetap dilakukan, dipimpin seorang pendaki wanita yang saat itu bergabung.

Gunung Mekongga, Kolaka


Gunung Mekongga merupakan gunung tertinggi di pegunungan Mekongga dengan ketinggian 2.620 mdpl yang membentang di sisi utara wilayah Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Kawasan pegunungan ini merupakan jajaran Pegunungan Verbeck yang puncak-puncaknya terdiri dari jenis batuan karst dataran tinggi.

Desa Tinukari merupakan desa terakhir yang dilalui sebelum dusun terakhir menuju ke Gunung Mekongga yang masuk dalam Kecamatan Wawo. Yang menarik, di tengah perjalanan banyak didapatkan kepingan-kepingan mobil bekas.

Ketika memasuki pos 6, ekspeditor disuguhkan dengan pemandangan Danau Coca-Cola, danau luas yang warnanya mirip dengan minuman bersoda. Menuju Pos 8, ekspeditor melewati hutan lumut, jalur yang semakin menanjak dan terjal, sehingga mengharuskan ekspeditor untuk beristirahat dan tidak memaksakan diri.

Setibanya di puncak pada tanggal 28 Oktober, setelah membacakan teks sumpah pemuda, tim Mekongga mendapatkan panggilan melalui alat komunikasi yang digunakan dari Bapak Ridwan Kamil yang saat itu menjabat sebagai Wali Kota Bandung.

Itu tadi deretan gunung-gunung di Indonesia yang masih jarang didaki. Sebelum mendaki jangan lupa untuk selalu menerapkan protokol kesehatan yang berlaku dan mempersiapkan kondisi fisik dan segala peralatan penunjang aktivitas pendakianmu, ya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berwisata Ala Orang Korea Selatan, Rela Bayar Mahal untuk Duduk Sendiri di Kafe Demi Hilangkan Stress

Seorang Kolektor Barang Antik Membeli Sebuah Mangkuk Seharga Rp 500, Ternyata Artefak Langka Dengan Harga Miliaran Rupiah

Objek Wisata Di Thailand Kota Bangkok Mulai Dibuka Kembali Untuk Turis Asing Mulai 1 November 2021 dan Tanpa Karantina